TURISIAN.com — Aroma tuna gohu dan belut balado menyeruak di aula Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. Menyatu dengan wacana perubahan iklim dan pelestarian kuliner nusantara.
Di sinilah, forum Blue Bites: A Culinary Dive into Climate-Friendly Food Solutions digelar.
Acara ini menjadi bagian dari rangkaian The 5th International Conference on Integrated Coastal Management and Marine Biotechnology.
Sedangkan forum yang diinisiasi Climateworks Centre, Climate Reality Indonesia, dan IPB University itu menjadikan pangan biru — atau blue food — sebagai benang merah.
Bukan sekadar soal ikan atau hasil laut, blue food didefinisikan sebagai segala sumber pangan dari ekosistem perairan. Seperti laut, pesisir, sungai, dan danau, termasuk rumput laut, moluska, hingga krustasea.
Di tengah krisis iklim dan keanekaragaman hayati yang tergerus. Pangan biru tampil sebagai alternatif rendah emisi. Dimana, akan kaya gizi dan menopang ekonomi masyarakat pesisir.
“Blue food bukan hanya soal ikan atau laut. Ini adalah wujud nyata aksi iklim yang berkeadilan, menyatukan rasa, tradisi, dan transformasi,” kata Etwin Kuslati Sabarini, Program Impact Manager Oceans di Climateworks Centre, dalam keterangannya, Kamis 31 Juli 2025.
Sementara itu, forum ini menghadirkan sejumlah pakar lintas disiplin.
Dr. Tukul Rameyo Adi dari IPB University menekankan pentingnya dekarbonisasi sistem pangan melalui konsumsi hasil perairan.
Meilati Batubara, Direktur Eksekutif NUSA Indonesian Gastronomy Foundation, menilai pangan biru sebagai kunci keberlanjutan identitas rasa dan warisan kuliner Indonesia.
BACA JUGA: Jakarta Menyongsong Lima Abad, Ada Panggung Budaya di Lapangan Banteng
Inovasi Pangan
“Blue food adalah jembatan antara kearifan lokal dan inovasi pangan masa depan,” ujarnya.
Sedangkan, isu kesetaraan juga mencuat dalam diskusi.
Atin Prabandari, Ph.D. dari Universitas Gadjah Mada menyoroti posisi perempuan dalam rantai pasok pangan laut yang kerap termarjinalkan.
“Padahal mereka punya kontribusi besar, dari hulu hingga hilir,” katanya.
Sebagai penutup, dua juru masak ternama, Chef Ragil Imam Wibowo dan Chef Eko Purdjiono, menyajikan demonstrasi kuliner.
Mereka memperkenalkan olahan modern berbasis bahan biru, tuna gohu, belut balado, hingga siput blencong.
Sementara forum ini bukan sekadar diskusi. Ia menjadi ruang pertemuan antara ilmu, budaya, dan aksi nyata.
Dari laut ke meja makan, dari tradisi ke transformasi—pangan biru menjanjikan masa depan yang lebih adil, sehat, dan berkelanjutan. ***