TURISIAN.com — Patung Dewa Murugan setinggi 57 meter berdiri tegak di ujung barat Jakarta, membelakangi Jalan Daan Mogot yang tak pernah benar-benar sunyi.
Di sekelilingnya, para pekerja hilir-mudik menata lantai, merapikan pagar, dan menyusun sistem alur masuk yang lebih tertib. Kuil Murugan Jakarta tengah bersolek.
Setelah dibanjiri pengunjung sejak diresmikan awal 2025, pengelola rumah ibadah umat Hindu ini memilih menutup sementara.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Yayasan Shree Sanathana Dharma Aalayam, Kobalen, menyebut langkah ini sebagai jeda. Yakni, untuk menata ulang sistem kunjungan yang sempat kewalahan menampung antusiasme masyarakat.
“Doakan, satu sampai dua minggu ke depan kami akan buka kembali dengan aturan yang lebih rapi,” ujar Kobalen, Selasa, 22 Juli 2025.
Penutupan ini bukan semata soal teknis, meski perbaikan bangunan, pembangunan jalur keluar-masuk, dan pelatihan petugas keamanan memang jadi prioritas.
Namun lebih dari itu, kata Kobalen, kuil ini harus dihormati sebagai tempat ibadah.
Ia merujuk pada sejumlah pelanggaran yang dilakukan pengunjung, dari berfoto sembari duduk di atas patung dewa hingga membawa kamera drone tanpa izin.
“Dewa dan dewi itu kami sucikan. Duduk di atas patung bukan cuma tidak pantas, tapi mencederai kesakralan tempat ini,” katanya.
Wisata Religi yang Tertib
Selepas masa penataan, kunjungan ke Kuil Murugan tak lagi bebas seperti sebelumnya.
Pengunjung diwajibkan mendaftar melalui situs resmi dan membayar donasi Rp 10.000 hingga Rp 15.000.
Sedangkan dana ini, kata Kobalen, akan digunakan untuk menunjang kebersihan dan keamanan.
Tak hanya itu, kuota pengunjung pun dibatasi: maksimal 225 orang per hari, dengan kunjungan dibuka hanya selama satu jam, pukul 15.00 hingga 16.00 WIB.
BACA JUGA: Jakarta Selatan, Magnet Wisata Nusantara dari Tengah Ibu Kota
Setiap kelompok terdiri dari 25 orang, dengan durasi maksimal 20 menit.
Pengunjung juga dilarang membawa tas dan kamera—kecuali ponsel. Drone? Jelas dilarang. Pelanggaran akan ditindak tegas.
“Kalau ada yang melanggar aturan, akan kami serahkan ke pihak berwajib. Bila perlu dikenakan sanksi dan ganti rugi,” tegas Kobalen.
Kebijakan ini, menurutnya, bukan untuk membatasi, melainkan menegakkan rasa saling hormat.
Kuil tetap terbuka untuk semua, termasuk mereka yang ingin membuat konten seperti video TikTok.
Asal, tetap santun. “Silakan bikin konten, tapi hargai tempat ini sebagai ruang sakral,” ujarnya.
Menuju Destinasi Spiritual Ibu Kota
Berdiri di atas lahan 4.000 meter persegi, Kuil Murugan Jakarta kini sedang dipoles agar tak hanya megah secara fisik, tapi juga tertib secara sistem.
Kobalen ingin kuil ini berdiri sejajar dengan destinasi religi besar lain di Ibu Kota seperti Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
“Kami bertekad menjadikannya destinasi spiritual yang damai, tertib, dan bersih. Umat bisa beribadah dengan khusyuk, pengunjung bisa datang dengan nyaman,” ujarnya.
Jika tak ada aral, dua pekan ke depan, kuil ini akan kembali menyambut publik. Kali ini, dengan wajah baru: lebih sakral, lebih teratur. ***