TURISIAN.com – Mulai tahun depan, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan resmi naik dari 11 persen menjadi 12 persen.
Kenaikan ini, yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dampaknya, juga akan berimbas pada transaksi melalui Quick Response Indonesian Standard atau QRIS.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan, layanan sistem pembayaran digital seperti QRIS masuk dalam kategori objek PPN. Namun, DJP menegaskan bahwa ini bukan pajak baru.
“Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant,” tulis DJP dalam keterangan resminya, Ahad, 22 Desember 2024.
Sebagai ilustrasi, seorang konsumen membeli segelas kopi di sebuah kafe seharga Rp 20.000 menggunakan QRIS. PPN yang dikenakan sebesar Rp 2.500, sehingga total yang harus dibayar mencapai Rp 22.500 juta.
Tarif ini sama saja bila transaksi dilakukan dengan metode pembayaran lain.
Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen dilakukan secara bertahap. Mulanya, tarif naik menjadi 11 persen per 1 April 2022.
Kini, mulai 1 Januari 2025, tarif tersebut akan resmi menjadi 12 persen, seperti yang telah disepakati pemerintah dan DPR.
Sementara itu, DJP menyebut pengenaan PPN ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Artinya, jasa sistem pembayaran QRIS memang sudah lama menjadi bagian dari objek PPN.
Kendati demikian, publik tetap perlu mencermati dampak kenaikan tarif ini terhadap berbagai sektor.
Khususnya pada biaya transaksi dan daya beli masyarakat.
QRIS, sebagai salah satu inovasi teknologi keuangan, kini juga menjadi bagian dari dinamika perubahan kebijakan fiskal di Indonesia. ***